Adapun aksi demo GMKI mengusung Tema: Berubahlah! Temukanlah Kasih Allah dalam Peziarahan, "Berjumpalah dalam Kasih Persahabatan dan Bertransformasi bersama Seluruh Ciptaan!"
Dengan semangat Oikumenisme dan Nasionalisme GMKI hadir sebagai Gereja yang tersamar dan jiwa patriotisme yang berdiri bersama-sama dengan warga masyarakat dan orang yang termarjinalkan.
Disampaikannya, sejalan dengan visinya, yaitu "Mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, Kebenaran, Keutuhan Ciptaan, dan Demokrasi di Indonesia berdasarkan Kasih", GMKI secara konsisten melakukan aksi-aksi sosial dan refleksi sebagai bentuk respon untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah. Kondisi perubahan sosial yang terjadi begitu cepat menjadi determinan penting bagi GMKI dalam menyesuaikan aksi-aksi sosial kemasyarakatan serta orientasi gerakannya. Sampai tahun 2025, persoalan sosial kemasyarakatan menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan. Lembaga-lembaga negara baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif masih belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat. Berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil oleh para pemegang kekuasaan kerap kali mengabaikan suara dan nasib masyarakat luas, terutama mereka yang berada di lapisan paling bawah.
Demokrasi di Indonesia hari ini banyak dipertanyakan substansinya. Pemilu yang semestinya menjadi perayaan kedaulatan rakyat berubah menjadi panggung transaksional yang dikuasai modal besar. DPR sebagai lembaga representasi rakyat kerap meloloskan kebijakan yang berpihak pada pemodal ketimbang masyarakat, yang jelas-jelas melemahkan perlindungan terhadap buruh, petani, dan lingkungan hidup. BPC GMKI Medan memandang bahwa hari ini demokrasi hanya seperti prosedural tanpa keadilan sosial, demokrasi hari ini pincang. Demokrasi seharusnya menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat banyak, bukan sekadar melegitimasi kekuasaan elit politik.
Bangsa ini sedang berada di persimpangan jalan. Demokrasi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata, kini semakin jauh dari harapan rakyat. Suara rakyat terpinggirkan, aspirasi rakyat diabaikan, sementara kebijakan negara semakin dikendalikan oleh oligarki.
Sementara, Dewan Perwakilan Rakyat, yang seharusnya menjadi corong kepentingan rakyat, justru berulang kali meloloskan kebijakan Rakyat mencederai keadilan sosial. Di sisi lain, aparat negara yang seharusnya melindungi rakyat, Demokrasi yang semestinya dijamin oleh konstitusi, berkali-kali dibubarkan dengan kekerasan. Mahasiswa, aktivis, buruh, dan petani yang menyuarakan keadilan justru dikriminalisasi. Sementara itu, koruptor, matia tanah, mafia tambang, dan pejabat yang mencuri uang rakyat bisa hidup nyaman dengan perlindungan hukum.
Ketika Para Elite pemerintahan menari riang gembira di atas kesengsaraan rakyat. Wajah bobrok demokrasi pun terlihat begitu jelas di Kota Medan. Empat anggota DPRD Medan diduga melakukan pemerasan, menunjukkan betapa lembaga perwakilan di tingkat lokal pun tak luput dari praktik busuk. Kasus femisida yang belum tuntas juga menandakan lemahnya negara dalam melindungi perempuan. Pendidikan dan kesehatan dikomersialisasi, sementara banjir, kemiskinan urban, dan kerusakan lingkungan tetap dibiarkan.
Sebagai wujud komitmen pelayanan dan perlawanan, GMKI Cabang Medan akan terus hadir dałam barisan rakyat melawan kebijakan yang tidak adil, menolak kriminalisasi.(Ml)